Sabtu, 12 November 2011

Ibu & Ayah Pahlawan Sejati

"Kanker"


Kanker adalah suatu penyakit yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Sudah berapa saja korban meninggal karenanya. Namun semakin hari semakin banyak korban yang mengidap penyakit mematikan ini. Penyakit yang menyiksa dan menuntut kesabaran dalam menghadapinya.

Aku tak pernah bermimpi sebelumnya, tak pernah menyangka bahwa Ibuku yang sangat aku sayangi divonis Dokter mengidap Penyakit ganas ini. Hati ini tersayat perih saatku mendengar tentang hal ini. Semenjak itu aku sangat membenci Kanker. Aku sadar ini adalah bagian dari ujian yang diberikanNya untuk Ibu dan juga keluarga. Setelah membaca Blog Kak Rheza Christian http://gayot.posterous.com <Penuh Inspirasi dan Motivasi> aku menyadari bahwa kanker bukan untuk dibenci namun kanker dihadapi dengan keikhlasan hati. Walaupun rasa benci terhadap kanker itu masih ada terselip jauh didalam lubuk hati.

Waktu itu ponakanku baru berumur beberapa bulan. Dan dimalam Tahun Baru 2010 Ibu dioperasi untuk pengangkatan Kanker dan juga Rahimnya. Aku hanya bisa diam dirumah bersama kakakku yang diselimuti air mata kecemasan. Rasa akan takut kehilangan menggelayuti hatiku. Kuhanya bisa memanjatkan doa kepadaNya semoga Allah memberikan kesembuhan dan umur panjang.

Keesokan harinya setelah Ibu dioperasi aku pergi ke Rumah Sakit. Kucium tangannya dengan uraian air mata. Walau sebenarnya aku tak ingin menangis dihadapan Ibu. Ibu berbisik “Sakit dek”, dengan suaranya yang lemah. Hatiku terasa sakit bagai disayat pedang. Kuterdiam cukup lama tak sanggup bibir ini berkata-kata. “Ibu harus semangat”, hanya itulah yang bisa aku ucapkan kepada Ibuku. Aku bukan orang yang pandai menghibur, aku bukan orang yang pandai mengekspresikan perasaaku. Yang aku yakini adalah Do’a. Slalu mendoakan untuk kesembuhannya dan memberikan semangat untuknya.

Ketika kumelihat raut wajah Bapakku, aku merasa tak kuat menatapnya. Tak kuasa melihat air matanya. Bapak yang sangat mencintai Ibu dengan sabar selalu ada disamping Ibu. Aku sedih, sedih karena tak bisa menemani Ibu, tak bisa menjaganya karena aku harus menjaga usaha orang tuaku dimana usaha kecil itu adalah mata pencaharian orang tuaku. Tangisku meledak begitu aku keluar dari ruangan Ibu dirawat. Tak terbendung, tak bisa kutahan lagi. Inginku menjerit namun hanya bisa didalam hati.

Didalam masa Kemoterapinya itu lebih menyakitkan daripada setelah operasi. Ibu yang sering muntah. Rambutnya yang mulai memutih, helai demi helai rambutnya rontok. “Ya Allah, tabahkanlah hati kami untuk menjalani semua ini”, doaku.
Dalam masa kemoterapi Ibu mengkonsumsi minuman dari Herbal. Mencari informasi kesana kemari untuk mencari obat untuk Ibu.

Tiap malam ada beberapa tetangga yang datang menengok Ibu dan memberikan support. Bahkan ada yang menginap dirumah untuk ikut menjaganya. Mereka tidak mau tidur didalam rumah justru mereka tidur diteras rumah. Aku sangat terharu dengan mereka yang mempunyai solidaritas tinggi. Bapak-bapak rela kedinginan dan digigitin nyamuk-nyamuk nakal. Sedangkan yang Ibu-ibu menemani Ibu dikamarnya. Ibu tidak mau di rawat di Rumah Sakit lagi. Beliau mau menggunakan oksigen itupun karena di bujuk oleh Pak Dheku.

Perut Ibu yang semakin membesar membuat beliau tidak bisa bergerak enak. Karena semenjak dioperasi beliau terbaring diatas tempat tidur. Kalaupun berjalan harus dibantu. Punggung bagian bawah sudah lecet-lecet parah. Jika ingin tidur posisi miring harus dibantu mengangkatnya dan harus sering dikipas supaya lecet tidak bertambah parah.

Tiap malam Ibu tidak bisa tidur nyenyak karena sakit ditambah cuaca panas. Aku dan Bapak selalu disamping Ibu memegang kipas yang terbuat dari kulit bambu. Disaat keringat bercucuran aku mengipasi punggung Ibu secara pelan-pelan. Kadang bergantian dengan bapak atau kakakku. Setiap habis Shalat Maghrib tetanggaku datang. Ibu-ibu langsung menuju kekamar Ibu dan bilang kepadaku “tidurlah istirahat biar kami yang menjaga Ibumu, nanti kalau kami pulang akan kami bangunkan”. Walaupun mereka menyuruhku tidur dan mata terasa hanya tinggal 5 Watt saja tapi mata ini enggan untuk tidur. Aku sangat bahagia teman-teman Ibu yang dari kecil selalu menemani Ibu dan kadang mereka bercerita tentang jaman dulu. Karena cinta dan semangat dari berbagai pihak Ibu mampu bertahan. Yang kulihat semangat beliau memang tinggi sekali. Aku sangat bersyukur mempunyai Ibu seperti beliau.

Suatu hari ada seorang Ibu-ibu menyarankan supaya Ibu dibawa ke pengobatan alternatif. Karena Bapakku yang sudah kesana kemari mencari obat untuk Ibu tidak kunjung sembuh juga Bapak langsung menerima saran itu. Sore harinya kita kesana dan Ibu diobati. Sesampainya disana aku merasa aneh dengan tempat itu tidak tahu apa sebabnya. Bukan hanya aku saja yang merasa aneh tetapi tetanggaku yang ikut mengantar Ibu juga berfikiran sama denganku. Tapi aku coba hilangkan semua pikiran-pikaran itu dan niat mencari obat untuk Ibu.

Keesokan paginya aku berangkat kerja. Sebenarnya tidak ingin berangkat tetapi Ibu menyuruhku tetap berangkat. Sekitar pukul 10.00 Wib aku ditelpon disuruh pulang secepatnya Ibu drop lagi. Aku segera pulang dengan kaki yang lemah tuk melangkah. Rasa takut kehilangan muncul lagi dalam benakku. Dirumah sudah banyak orang itu membuatku semakin takut. Yang ada dalam pikiranku saat itu hanyalah ada apa dengan Ibuku?

Kondisi Ibu sangatlah lemah. Beliau benar-benar menyerah waktu itu. “Ikhlaskan, aku sudah tidak tahan”. Aku langsung memeluk Ibu erat meminta maaf atas segala kesalahan yang kuperbuat padanya. Dan bilang “Istighfar bu, Ibu ngak boleh bicara seperti itu”. Bapak juga menuntun Ibu untuk membaca Istighfar dan alhamdulillah Ibu bisa mengikutinya.



"Keajaiban"


Malam harinya Bapak mengundang beberapa orang untuk berdzikir. Aku menjaga Ibu dan beberapa Ibu-ibu yang datang. Kakakku dikamarnya menidurkan anaknya. Bapak bersama Bapak-bapak lain diruang ibadah. Semua berdzikir dan berdoa. Tanganku sibuk dengan kipas yang kupegang namun bibirku dan hati berdoa kepada Allah SWT. Ditengah-tengah bacaan Istighfar tiba-tiba mata Ibu terbuka. Tahukah apa yang terjadi? Subhanaallah, Ibu sadar, yang tadinya terbaring lemah tersadar dengan mata yang sangat bening, mampu berbicara seakan tak terjadi apa-apa, bersenda gurau dengan para tetangga. Subhaallah (Maha Suci Allah). Allahuakbar (Allah Maha Besar). Aku benar-benar menyaksikan keajaiban dari Allah didepan mataku sendiri. Doa dari orang-orang tercinta menguatkan Ibuku yang sedang lemah. Air mata kebahagiaan yang menetes dipipiku. Aku tersenyum seakan aku bermimpi dan tak ingin terbangun dari tidurku. Namun ini bukan mimpi, ini adalah kenyataan yang saksinya aku sendiri.
Doa, cinta dan semangat dari keluarga dan teman-teman membuat Ibuku kuat menjalani ujiannya. Allah Maha Besar.



"Keikhlasan"


Wajah Ibu lebih segar dari pada hari kemarin. Ibu kondisinya masih kritis tapi hanya dirawat dirumah karena Ibu tidak mau lagi dirawat di RS. Aku yang tidak ingin masuk kerja tetapi Ibu memintaku untuk tetap berangkat. Akhirnya aku berangkat kerja. Bekerja tanpa digaji. Berangkat hanya ingin memperjuangkan hak orang-orang yang menjadi korban kesalahan Sistem Perusahaan.

Kira-kira Pukul 10.00 Wib aku mendapatkan sms / telpon dari kakakku. Dia bilang Bapak kecelakaan saat mengambil Tabung Oksigen untuk Ibu. Seketika aku langsung memeluk temanku yang sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri. Aku menangis dan temankupun menangis. Aku segera pulang. Kakiku seakan tiada kekuatan, tanganku yang tak kuat menarik gas motorku. Sejenak ku tenangkan pikiranku mengumpulkan tenaga. Sesampainya dirumah aku langsung menuju kamar Ibu, sayup-sayup pucat terlihat dari wajah Ibuku. Hampa dan kosong. Itulah yang Ibu rasakan waktu itu setelah mengetahui Bapak kecelakaan.

Ku bergegas ke Rumah Sakit menjenguk Bapakku. Kumelihat Bapak menangis saat melihat kedatanganku. Begitu juga aku. Ku cium tangan Bapak yang luka-luka dan berdarah. Tenggorokanku hanya mampu memanggil Bapak... bapak.

“Ikhlas dan Sabar dek, Allah sedang menguji kita”, itulah kalimat yang kudengar dari Bapakku sembari menangis sendu.
Seharusnya aku yang menguatkan Bapak namun kebungkamanku membuat Bapakku tak tahan diam. Beliau berusaha menguatkanku supaya mampu menjalani semua ini dengan sabar dan ikhlas.

Kecelakaan membuat kaki Bapak harus dioperasi dan diopname di RS. Ibu menjadi hampa dan kosong, tiada semangat lagi. Ibu yang kondisinya sudah lemah ditambah memikirkan kondisi Bapak. Setelah Bapak pulang, aku lihat keadaan Ibu semakin lemah. Matanya terlihat kosong, bahkan kadang tidak mengenaliku. Berbicara tentang sesuatu yang tidak aku mengerti. Yang biasanya Ibu berdzikir kenapa sekarang tidak. Tangan kirinya sering diangkat keatas dan tiba-tiba dibanting kekasur. Aku bingung melihat Ibuku. Beberapa hari seperti ini. Yang aku lihat Ibu menyimpan suatu amarah yang hanya tertahan didada. Bingung dengan semua keadaan. Yang kutakutkan adalah Ibu kehilangan keyakinannya. Aku ingin Ibu membaca Istighfar lagi. Aku ingin Ibu mendengarkanku mengaji. Kubaca Surat Yaasin, dan Ibu selalu dituntun Bapak untuk selalu membaca Istighfar. Namun hanya mampu 3x membacanya kemudian diam dengan tatapan kosong. “Ya Allah, lindungilah Ibuku”.
Bapak meminta tolong kepada seorang Ustadz untuk datang kerumah dan membaca Surat Yaasin bersama-sama. Ustadz tersebut memberikan pencerahan kepada Ibu dan juga semua keluarga. Dan kita harus ikhlas apapun yang akan terjadi karena semua yang ada didunia akan kembali kepada Sang Pencipta.

Selang 5 hari setelah Bapak pulang dari RS kenyataan yang harus aku terima adalah Ibu meninggal dunia. Waktu itu aku menemani Ibu kira-kira sampai jam 3 pagi setelah itu aku pindah ke kamarku untuk tidur karena sudah tidak kuat menahan rasa kantuk. Sewaktu aku bangun dari tidurku aku bingung seperti orang linglung. Berjalan perlahan dan bingung mengapa banyak orang diluar? Mengapa tempat tidur Ibu dipindah posisinya? Ada apa dan kenapa? Aku tersadar setelah melihat Jenazah Ibuku ditutupi kain sekujur tubuhnya. Aku benar-benar tidak percaya dan melihat kakekku datang menangis disaat itulah aku harus siap menerima kenyataan ini. Aku ikhlas Ibu menghadap Allah SWT. Dan aku bahagia karena Ibu meninggal dalam keadaan yang sangat tenang.
Ya Allah, terimalah Ibu disisimu, ampunilah segala dosa-dosanya, selamatkanlah dari siksa kuburnya, jauhkanlah dari Neraka dan berikanlah Surga yang Indah. Allahumma Amin. . . .



"Kesabaran yang tidak terbatas"


Beberapa hari kemudian setelah Ibu meninggal, Bapak merasakan sakit di bahu dan kakinya akibat kecelakaan. Lutut yang sudah disedot cairannya justru semakin parah, memar, biru dan membesar. Selalu dikompres memakai Es Batu tapi tak ada perubahan sehingga Bapak harus dirawat di RS khusus tulang yang ada di Solo. Bahu Bapak ternyata harus dioperasi dan dipasang Platina sedangkan kakinya bagian lutut juga harus dioperasi lagi.


Alhamdulillah, akhirnya Bapak pulang setelah beberapa hari dirawat di RS. Sampai dirumah Bapak langsung Sujud Syukur sembari berdo’a  dan menangis. Akupun tak kuat menahan air mataku. Aku terharu, aku bahagia dan juga sedih menjadi satu.
Aku belajar banyak dari orang tuaku. Pengalaman ini sungguh luar biasa untukku dan akan kujadikan motivasi dan inspirasi untuk melanjutkan langkah kehidupanku.
Aku ingin menjadi orang yang mempunyai kesabaran tidak terbatas, iklhas dan selalu bersyukur apapun itu. Karena dengan ketiga hal ini akan mempermudah apa yang aku temui disetiap langkahku.


Merenung Sejenak  :


Ini adalah kisah nyataku. Walaupun aku menulisnya tidak bisa sempurna. Ujian yang mengajarkan aku banyak hal. Memberikan pengalaman berharga dalam hidupku. Ini memang pedih, perih dan sedih namun aku tak ingin melupakan semua ini. Karena aku akan menyimpannya dalam memory. Aku tak ingin memory itu hilang karena aku ingin menyimpannya dihatiku..

Memory sedih akan membuatku mengingat bahwa hidup tak selalu berjalan dengan apa yang kita inginkan. Dan Ujian akan membuatku mengintrospeksi diri supaya bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. Menyadari bahwa masih banyak orang-orang yang lebih menderita dari kita. Bukan berarti larut dalam kesedihan. Karena jika kita larut dalam kesedihan hanya akan membuat kita tak mampu menggapai masa depan kita. Tak akan ada semangat sama sekali. 
Yakin bahwa Allah memberikan ujian hidup karena Allah menyayangi kita. Bersyukur atas apa yang Allah berikan apapun itu bentuknya.

Memory yang indah akan menghiburku disaat aku sedih. Dengan mengingatnya pasti akan ada sebuah senyuman bahagia.
Maka dari itu aku tak ingin kehilangan memory. Aku suka heran kalau ada beberapa teman Facebooku yang pernah membuat status “Aku ingin hilang ingatan”. Reason why? Bukankah hidup tanpa memory itu hampa? Apa mungkin jika memory mereka hilang akan bahagia? Mungkin saja penyesalan yang akan ditemui. Karena apa? Kalau menurutku Memory itu bagian dari hidup. Dia menyatu didalam tubuh kita, hati kita. Memory sangat berhubungan dengan perasaan. Disaat kita ingat sesuatu yang membuat kita sedih pasti kita akan menangis. Tapi disaat kita ingat tentang kebahagiaan akan terseyum senang. Inilah hidup ada suka ada duka. Semua sudah ada yang mengaturnya. Apa karena kita sedih lalu kita ingin kehilangan sebagian memory? Memory ini pelajaran hidup kita yang akan membantu kita dalam menentukan laju langka kita.
Aku memang bukan orang yang mengerti tentang hal ini, tapi yang aku rasakan aku tak ingin kehilangan memory begitu saja. Kubiarkan memory itu selalu melekat di lubuk hati dan ingatanku dan semoga akan membawaku kearah yang lebih baik lagi.




"Ibu"


Ibu. . . .
Engkaulah Pahlawan Sejati.
Yang tak pernah mengharap balasan atas apa yang kau beri.
Selalu menyayangi kami.
Setulus hati.

Ibu. . . .
Kami bukan anak yang baik dan patuh kepadamu.
Namun engkau tetap mengajari kami setulus hatimu.
Engkau adalah Guru kami.
Yang selalu mendidik kami sepenuh hati.

Ibu. . . .
Ketika engkau menghadapi kami yang egois ini.
Engkau tetap memberikan senyum manis.
Ketika kami mengatakan “Nanti saja atau tidak mau”.
Engkau selalu sabar menunggu.

Ibu. . . .
Kami belum pernah membanggakanmu.
Namun engkau selalu memberikan semangatmu.
Kami belum pernah membahagiakanmu.
Maafkan kami Ibu.

Ibu. . . .
Maafkanlah kesalahan kami.
Yang kadang memberimu rasa sakit dihati.
Maafkanlah dosa-dosa kami.
Yang tidak mendengarkan saat kau memberi nasihat kepada kami.

Ibu. . . .
Kami sangat mencintaimu.
Terima kasih atas pengorbananmu yang luar biasa.
Engkau adalah perempuan hebat.
Terima kasih atas semua yang engkau berikan.
Sungguh, kami takkan pernah bisa membalasnya.

Ibu. . . .
Kini kita terpisah jauh.
Engkau sudah tenang disisiNYA.
Dan kami hanya bisa mengirim Do’a.
Semoga engkau tenang dialam sana.
Selamat dari siksa kubur dan neraka.
Semoga engkau mendapatkan Surga yang indah dariNYA.
Allahumma Amin. . . .


~^~


"Ayah"


Ayah. . . .
Engkau adalah laki-laki perkasa.
Yang berkorban demi keluarga.
Membanting tulang siang dan malam.
Memeras keringat untuk mencari Rizky dariNYA.

Ayah. . . .
Engkau tak pernah mengenal kata lelah.
Selalu semangat dan ikhlas dalam menunaikan kewajiban sebagai pemimpin keluarga.
Engkau selalu memberikan yang terbaik untuk kita semua.

Ayah. . . .
Engkau mendidik kami dengan sentuhan lembut Ilmu Agama.
Mengajarkan kami mengaji dan berdo’a.
Menuntun kami dengan rajin Beribadah.
Mengajarkan kami untuk bersedekah.

Ayah. . . .
Disaat Allah memberikan ujian kepada kita.
Engkau ajarkan kami tentang kesabaran dan keikhlasan.
Ketika kami tak merasa puas dengan apa yang kita punya.
Engkau selalu mengajarkan kami untuk pandai Bersyukur kepadaNYA.

Ayah. . . .
Begitu banyak yang kau ajarkan pada kami.
Namun terkadang kami tak menuruti.
Begitu banyak ilmu yang kau beri.
Walau terkadang kami mengabaikan semua ini.
Maafkanlah kami.

Ayah. . . .
Kami sadar atas kekurangan kami.
Yang tak bisa membuatmu bangga terhadap kami.
Walau engkau tak pernah mempermasalahkan tentang hal ini.
Namun, kami akan selalu mencoba melaksanakan kewajiban kami..

Ayah. . . .
Kami sangat mencintaimu.
Terima kasih untuk semua pengorbanan yang engkau berikan.
Maafkanlah atas segala kesalahan kami kepadamu.
Selalu tuntun kami untuk selalu dijalanNYA.

Ayah. . . .
Kami berharap suatu saat bisa membuatmu bangga dan bahagia.
Kami akan selalu berusaha untuk bisa melakukannya.
Kumohon restu darimu Ayah. . . .

Ayah. . . .
Semoga Allah memberimu umur panjang dan kesehatan.
Dimudahkan dalam mencari RizkyNYA.
Dan cita-cita Ayah tercapai.
Amin Ya Rabb. . . .


~^~


"Ibu Dan Ayah"


Wahai Ibu dan Ayah.
Orang tua yang berhati mulia.
Yang berkorban demi anak-anaknya.
Tak pernah mengharapkan balasan atas semuanya.

Ibu, Ayah. . . .
Terima kasih karena telah merawatku dengan baik.
Memberikan Ilmu yang berarti untukku.
Mendidikku dan membesarkanku dengan ketulusan.
Mencintaiku dengan sepenuh hati.

Ibu, Ayah. . . .
Engkau mengajariku
Kesabaran, Keikhlasan, Ketulusan
Keberanian, Kejujuran
Dan selalu bersyukur

Ibu, Ayah. . . .
Engkau mengajarkanku
“Lebih baik tangan diatas dari pada tangan dibawah”
“Lebih baik memberi dari pada menerima”
“Tangan kanan memberi, tangan yang lain jangan sampai ada yang tahu”
Semoga aku bisa mencontoh semua itu.

Ibu, Ayah. . . .
Aku bahagia diasuh olehmu.
Aku sangat bangga mempunyai orang tua sepertimu.
Walau aku belum bisa membuatmu bangga akan diriku.
Namun aku sangat mencintaimu.

Ibu, Ayah. . . .
Begitu berharga ilmu yang engkau berikan.
Tak akan pernah aku lupakan.
Semua itu adalah bekal untukku mengarungi samudera kehidupan.
Sebagai tombak dalam melewati terjalnya jalan.

Ibu, Ayah. . . .
Maafkanlah segala khilaf dan dosaku.
Jika ada percikan lara dihatimu.
Maafkanlah semua salahku.
Yang tak kusengaja ataupun kusengaja.

“Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan kedua orang tuaku, kasihanilah keduanya sebagaimana mereka mengasihani aku sejak kecil”
Amin . . .




Orang tua adalah orang tua yang sangat luar biasa hebat. Mereka mengorbankan segalanya untuk kita anak-anaknya. Seorang Ibu yang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kita kedunia. Seorang Ayah yang mengorbankan tenaganya untuk menghidupi kita. Tiada pernah mereka mengeluh. Tiada pernah mereka meminta kita untuk memberikan ganti atas apa yang mereka berikan kepada kita. mereka sangat menyayangi kita.
Aku kehilangan seorang Ibu yang sangat berjasa dalam hidupku. Kuhanya mempunyai satu kesempatan untuk membuat Bapakku bahagia. Semoga Allah memberikan waktu itu untukku dan segera mewujudkannya.

Sobat, begitu banyak pengorbanan orang tua untuk kita. Jangan pernah sia-siakan mereka. Jangan pernah sedikitpun mempunyai pikiran untuk membenci mereka. Disaat  kita berbeda pendapat dengan orang tua kita bicaralah dengan penuh kehati-hatian jangan buat mereka tersinggung ataupun terluka. Karena sesungguhnya mereka ingin memberikan yang terbaik untuk kita. Mungkin kita pernah menyakiti orang tua kita namun marilah kita melaksanakan kewajiban kita yaitu berbakti kepada mereka. Jangan sampai rasa sesal kita temui.



=> Ku kutip dari sebuah buku Abu Firly Bassam Taqiy yang berjudul “Agar Allah Selalu Memberi Jalan Keluar”

Allah berfirman :
            “Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepadaNYA; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua”, (QS. Al-Isra’ : 23)

Allah telah meletakkan keridhaanNya pada keridhaan orang tua.
Rasul Bersabda :
            “Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Merenung Sejenak!

Nak, kesini mendekatlah....!
Nak, ketika aku sudah tua, aku bukan lagi aku yang semula.
Mengertilah, bersabarlah sedikit terhadap aku.
Ketika aku lupa bagaimana mengikat sepatu, ingatlah bahwa dahulu aku mengajarmu.

Ketika aku terus mengulang kata tentang sesuatu yang telah bosan kau dengar, bersabarlah mendengarnya, jangan memutus pembicaraanku. Bukankah ketika kau kecil, ibu harus mengulang cerita yang telah beribu-ribu kali kuceritakan agar kau tidur.

Keika aku memerlukanmu untuk memandikanku, jangan marah padaku. Ingatkah sewaktu kecil aku harus memakai segala cara untuk membujukmu mandi.

Ketika aku tak paham sedikitpun teknologi dan hal-hal baru, jangan mengejekku. Pikirkan bagaiman aku dahulu aku begitu sabar menjawab setiap pertanyaan “Mengapa” darimu.

Ketika aku tak dapat berjalan, ulurkan tanganmu yang masih kuat untuk memapahku, seperti aku memapahmu saat kau berjalan berjalan sewaktu kecil.

Ketika aku harus terlupa dengan pembicaraan kita, berilah aku waktu untuk mengingatnya. Sebenarnya bagiku, apa yang dibicarakan tidaklah penting, asalkan kau disampingku dan mendengarku aku sudah puas.

Ketika kamu memandang aku yang mulai menua, janganlah berduka. Mengertilah aku, dukung aku, seperti aku menghadapimu ketika kamu belajar menjalani kehidupan.

Waktu itu aku memberi petunjuk bagaimana menjalani kehidupan ini, sekarang temani aku menjalani sisa hidupku. (=รจ Ku kutip dari sebuah buku Abu Firly Bassam Taqiy yang berjudul “Agar Allah Selalu Memberi Jalan Keluar”)





By : Bintang (11/11/2011)