Senin, 09 Februari 2015

Aku Sangat Membencinya

Dia... Mungkin satu kalimat untuknya. "Aku sangat membencinya". Sampai saat ini, bahkan mungkin sampai nanti. Iya... Sampai nanti. Dia, telah merenggut segalanya. Ibu yang kusayangi. Kebahagiaan, waktu dan senyuman. Mengubahnya menjadi air mata kesedihan. Tetapi Dia, telah mengajarkan tentang kesabaran dan keikhlasan. Dia datang tanpa diduga. Membuat kami terkejut tak berdaya. Dengan Doa dan usaha untuk mencari kesembuhannya. Sampai dia, sedikit demi sedikit mengikis kesabaran yang kami punya. Bersyukurnya kami, karena kesabaran itu selalu ada. Dia, sudah melukai banyak orang. Entah seberapa banyak di dunia ini yang menangis karena kehadirannya. Dia, yang tak pernah diharapkan. Namun suka sekali datang. Yang belum juga ditemukan obatnya. Kurasa, memikirkannya hanya akan menguras tenaga. Dan kupikir, tidak ada untungnya. Tapi, ketika ingin acuh padanya dan tak ingin memikirnya. Ternyata begitu sulit. Dia, yang dikenal dengan sebutan "Kanker". Mungkin semua orang tahu dengan nama itu. Sedihnya, belum juga ada obat yang bisa mengobati si kanker. Rasanya, aku ingin melakukan sesuatu. Tapi apa? Apa yang bisa aku lakukan. Setidaknya, aku ingin sekali bisa melakukan sesuatu untuk sahabatku. Tapi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Hari ini, 4 Februari 2015. Hari Kanker Sedunia. Semoga, kedepannya orang-orang jenius di luar sana bisa menemukan obatnya. Obat yang bisa menyembuhkan semua penderita. Dan kita akan tersenyum bahagia. Kulon Progo, 4 Februari 2015

Senin, 02 Februari 2015

Air Mata



Ahh... Air mata.
Mengapa kau begitu cepat datangnya.
Aku bahkan belum sempat mengundangnya.
Bahkan mengalir dengan derasnya.

Ohh... Air mata.
Kau membuatku layaknya perempuan tak berdaya.
Seperti tak mempunyai tenaga.
Hingga air mata jawaban satu-satunya.

Air mata ini,
Kau membuatku membenci diriku sendiri.
Bagaimana tidak! Kau selalu datang seakan menghantui.
Sungguh, aku tak ingin kau datang sesering ini.

Air mataku,
Aku sangat menghargai keberadaanmu.
Aku tak ingin memiliki hati beku.
Di sisi lain, aku juga tak ingin lemah dan lesu.
Karena kehadiran air mataku.

Air mata,
Sungguh, aku tak ingin terlihat lemah karenamu.
Meski sesungguhnya, keberadaanmu tak selalu ku artikan sebuah kelemahanku.
Akan tetapi, orang lain melihatnya tak seperti itu.
Hingga aku, dengan susah payah sering menyembunyikanmu.

Air mata,
Kau datang membasahi pipi.
Entah karena senang ataukah sedih.
Kau datang tanpa kuduga.
Menetes dengan derasnya.

Air mata,
Meski aku mampu menahannya.
Sampai aku tak kuasa menyembunyikannya.
Dan dada ini terasa begitu sesak.
Mata ini berkaca-kaca.
Dan akhirnya air mata itu menetes jatuh ke Tanah.



Bintang, 30 Januari 2015







Dear Bunda

Dear Bunda,
Rasa rindu ini semakin membuncah.
Semakin tak tertahankan.
Walau kutahu ku hanya bisa mengobati rindu ini dengan Dzikir Do'a.

Dear Bunda,
Akhirnya waktu ini telah tiba.
Waktu yang kau tunggu sejak engkau masih ada.
Allah telah mengirimkan seseorang untuk menjadi Imamku.
Dan... Aku bisa membuat Bapak bahagia.
Aku bisa merasakan ada kelegaan dari hatinya.
Aku pun bahagia.

Dear Bunda,
Seolah seluruh alam meng-aamiini
Mendoakan dan ikut bahagia untukku.
Seandainya engkau masih ada disini.
Pasti kebahagiaan itu lengkap sekali.

Dear Bunda,
Apa engkau melihatnya dari atas sana?
Apa engkau juga merasakan kebahagiaan ini!
Bintang-bintang di atas sana begitu dekat denganmu.
Semoga, Bintang-bintang indah itu akan mengirimkan kabar bahagia ini kepadamu.
Ke Surga....


Lubuk hati, 6 Januari 2015