Minggu, 29 Juni 2014

Hidup Adalah Satu Kesempatan



“Hidup adalah satu kesempatan”. Sebuah motto seseorang yang sangat memberikanku motivasi dan inspirasi. Sebuah kalimat sederhana yang mampu membuatku “Move On” dari keterpurukanku selama hampir empat tahun terakhir ini.

Mungkin aku tidak bisa menjabarkan maksud dari kalimat tersebut. Yang aku tahu bahwa, kita hidup di dunia ini hanya satu kali. Dan kesempatan itu juga hanya datang satu kali. Yang seharusnya kita memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Tidak menyia-nyiakannya.

Hampir empat tahun aku menyia-nyiakan waktu berhargaku. Aku bahkan tidak melakukan apapun. Aku selalu berfikir bahwa aku tak lebih dari sebuah “Benalu”. Dimana aku tidak berguna untuk orang lain bahkan untuk diriku sendiri. Yang aku pikirkan  selama ini hanyalah bagaimana caranya aku melewati waktu dengan cepat. Aku hidup biasa saja tiada yang istimewa. Setiap hari aku melakukan aktivitas atau kegiatan yang sama. Tak ada perubahan dan tak ada yang berbeda. Selalu sama. Tanpa ada tantangan didepanku.

Hingga pada akhirnya kejenuhan menghampiriku. Ya, sejujurnya aku merasa bahwa selama ini hidupku sangatlah menjenuhkan dan membosankan. Banyak waktu terbuang percuma. Terkadang hatiku berontak,  ingin sekali merubah semua ini. Ingin hidup normal seperti orang-orang pada umumnya. Aku ingin hidupku berguna, berani melawan tantangan dan melakukan hal-hal positif lainnya. Tapi, ternyata hampir empat tahun itu aku sama sekali tidak melakukan apapun. Aku sering ingin melakukan perubahan yang lebih baik tapi selalu gagal. Pada kenyataannya, ketakutanku lebih besar dari pada keinginanku.



Flashback....


Empat tahun yang lalu aku bekerja disebuah Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah. Dimana saat itu Lembaga sedang mengalami masalah besar. Lembaga tidak mampu membayar Jatuh Tempo, Tabungan Harian maupun Nisbah (Bagi Hasil)  Nasabahnya. Tentu saja, para Nasabahnya ingin uangnya kembali utuh. Tapi tak sepeserpun cair.

Aku dan teman-temanku bekerja di Unit. Aku menjadi Staf Administrasi di Unit tersebut. Nasabah kebingungan, kesal, marah dan menuntut uang mereka kembali. Mereka menuntut langsung kepada kami. Sedangkan kami juga bingung karena tidak mendapatkan keterangan yang jelas dari Kantor Pusat.

Hampir setiap hari kami kedatangan Nasabah yang keperluannya sama yaitu menuntut uang mereka kembali. Dan ketika keadaan seperti itu justru Manager (Eks) kami tidak datang ke Kantor. Tentu saja, kami turun tangan sendiri menjelaskan kepada Nasabah sebisa kami karena kami tidak mungkin mengandalkan Manager (Eks) yang menurutku tidak bertanggung jawab atas Nasabah dan juga Karyawannya. Kami mencoba bertahan sendiri sekuat yang kami bisa. Kami para karyawan selalu mencoba memperjuangkan hak-hak Nasabah. Walaupun kami tidak mendapatkan hasil apapun. Kami rela tidak digaji tetapi kami selalu berangkat dan memperjuangkan mereka. Kami juga rela sering pergi ke Kantor Pusat untuk menuntut. Bahkan ada beberapa dari kami yang mengganti uang Nasabah dengan uang pribadinya. Padahal kami disini juga tidak tahu apa-apa. Dan tak banyak orang yang bisa menghargai pengorbanan kami.

Kami disini juga menjadi korban dari masalah Lembaga ini. Jaminan kerja kami tidak pernah dikembalikan. Bukan itu saja, kami tidak digaji dan kami menyimpan uang di Lembaga ini juga. Orang tua, kerabat dan tetangga-tetangga kami juga menyimpan uangnya di Lembaga ini. Kami kesal, marah, menangis dan beban moral yang harus kami pikul entah sampai kapan. Yang pasti sampai detik ini, beban moral itu masih sangat membebaniku. Aku tidak bisa menghilangkannya, karena masih melekat erat.

Kami juga menuntut kepada Manager (Eks) kami, bukan untuk mengganti uang mereka. Paling tidak, dia datang dan mengumpulkan semua Nasabah dan memberikan penjelasan. Upaya kami gagal. Hingga suatu ketika, ada yang memfasilitasi untuk mempertemukan semua Nasabah dengan Direktur. Dengan ending cerita yang sangat memilukan. Uang mereka tidak kembali.

Aku masih teringat jelas waktu itu ditempat parkiran ada Ibu-ibu menyumpahi kami. Suaranya masih terngiang di gendang Telingaku sampai saat ini. Tetapi aku juga tidak bisa menyalahkan beliau. Karena aku sangat tahu bagaimana perasaannya. Kita sama-sama menjadi korban dari keadaan ini. Aku tahu bagaimana rasanya uang kita yang niatnya ditabung dan akhirnya tidak kembali. Aku sangat tahu itu. Orang tuaku juga salah satu Nasabahnya. Dimana Jatuh Tempo bertepatan ketika ada masalah dan tidak kembali. Padahal uang itu sangat kami butuhkan untuk biaya pengobatan Penyakit Kanker Ibu dan Bapak yang kecelakaan di waktu yang sama.

Dan ketika Ibuku meninggal dunia, lima hari setelah kepergiannya aku rela datang ke Kantor Pusat untuk mencari hasil yang kami inginkan. Dengan perasaanku yang sangat sedih karena kehilangan seorang Ibu yang aku cintai. Tapi aku sadar bahwa ini juga menjadi kewajibanku. Lagi-lagi aku pulang dengan tangan hampa. Akhirnya, masalah  ini masuk ke Meja Hijau. Aku tidak tahu nasib dari para Pemimpin-pemimpin itu. Tapi aku tahu, uang Nasabah tidak kembali.


Flashback End....


Kejadian itu membuatku sangat terpukul bahkan mungkin bisa dikatakan aku trauma dengan kejadian itu. Karena semenjak itu aku tidak berani mencari kerja lagi. Rasa ketakutan itu selalu membayangiku. Aku juga merasa banyak orang memandangku dengan tatapan aneh. Aku yang Introvert dari dulu menjadi semakin tertutup sejak kejadian itu. Aku tidak bisa bergaul dan selalu benci keramaian. Aku menjadi penikmat kesepian. Aku merasa nyaman ketika aku sendirian. Aku tidak tahu kenapa setiap berada ditengah-tengah keramaian yang tidak aku suka tubuhku akan segera melemah.




Introvert

Aku adalah seorang Introvert. Walaupun aku tidak tahu termasuk golongan yang seperti apa. Mungkin aku menjadi Introvert sudah sejak kecil. Karena sejak kecil aku selalu menjadi korban pem-bully-an. Yang mungkin saja, membuatku menjadi seorang yang tidak pandai bergaul dan cenderung pendiam. Dengan kepribadianku yang seperti ini membuatku tidak mampu mempunyai banyak teman.

Aku paling tidak suka melihat tatapan aneh itu. Memandangku dengan cara yang berbeda dari pada orang lain. Aku sama seperti mereka. Hanya saja aku lebih suka diam dan tak banyak bicara. Terkecuali, dengan orang-orang yang aku anggap nyaman ketika aku berbicara dengan mereka pasti aku juga akan mengimbanginya.

Aku selalu mencoba bertahan dalam kebosananku selama ini. Melewati waktu yang sama tanpa teman. Mendengarkan Musik adalah temanku sehari-hari. Dengan mendengarkan Musik aku merasa sedikit semangat dan lebih hidup. Aku tahu bahwa aku memang berbeda. Aku tahu bahwa banyak orang menilai seorang Introvert itu aneh. Aku bukan orang yang anti sosial, aku sangat ingin bisa bersosialisasi. Tapi, aku tidak cukup kuat untuk bertahan lama ditengah-tengah orang banyak. Seperti yang kukatakan tadi, bahwa energi ku terkuras ketika aku ditengah-tengah orang banyak.


Selama ini, aku terkukung oleh ketakutanku sendiri. Setiap ingin melakukan sesuatu selalu saja, ketakutan itu datang pertama kali sehingga aku pun tidak berani untuk mencoba hal-hal baru. Yang ada hanyalah takut, takut dan takut.

Pernah, suatu ketika aku memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di sebuah pabrik yang memproduksi rambut palsu. Alhamdulillah aku berani melakukannya sampai tes wawancara. Dan sebelum ditentukan diterima atau tidak, aku beserta pelamar lain diberi kesempatan untuk memasuki pabrik. Diawali dengan berbaris lalu memasuki pabrik. Kami disambut dengan suara bising. Disinilah yang menjadi sebuah kekonyolan. Ternyata setelah melihat rambut palsu yang berjejer aku merasa takut melihatnya. Pada dasarnya aku memang tidak suka melihat rambut palsu. Apalagi dalam jumlah yang banyak. Kebetulan, aku melamar untuk bagian Staf Administrasi tetapi aku diterima di bagian produksi. Dan akhir cerita dari perjalananku ini, aku memutuskan untuk tidak bekerja di Perusahaan tersebut.

Meskipun aku tidak jadi bergabung dengan Perusahaan tersebut, ada rasa bahagia tersendiri untukku. Akhirnya aku berani mencoba walaupun hasilnya tak sesuai keinginanku. Tetapi, setelah hari itu aku sama sekali tidak pernah mencoba melamar pekerjaan ditempat lain. Aku hanya menyibukkan diri di rumah dengan membantu usaha orang tua yang sudah dirintis sejak aku berumur 3 (tiga) tahun.  Ya, aku merasa mungkin inilah yang tepat untukku, membantu usaha Bapak karena Bapak mengelolanya sendiri. Setiap hari aku melakukan pekerjaan yang sama. Tidak ada yang berbeda.

Hampir 4 (empat)  tahun telah berlalu. Dan selama itu pula, aku menjadi pengangguran. Sebenarnya aku sangat merindukan suasana pekerjaan. Bisa bertemu teman-teman, bercanda bersama. “Aku ingin sekali berkerja lagi...”.




Cita-cita Kecilku


Sejak aku tidak berkerja di Lembaga yang dulu, aku sangat ingin bisa bekerja di sebuah Pabrik. Mungkin bisa dikatakan itu cita-cita kecilku. Mungkin banyak orang yang tidak percaya, bahwa di dunia ini ada orang yang mempunyai cita-cita bekerja di sebuah Pabrik. Ya, walaupun itu bukan cita-cita terbesarku. Sederhana saja! Aku hanya ingin mempunyai banyak teman dan mampu bersosialisasi dengan baik. Setiap hari bertemu dengan banyak orang. Sepertinya menyenangkan.

Suatu sore, aku mendapatkan informasi tentang sebuah Pabrik yang ada di Yogyakarta. Tetanggaku bekerja di Perusahaan tersebut. Dia mengatakan, di Pabrik ini tidak pernah dibentak-bentak. Dan dia membandingkan dengan dua Pabrik yang sebelumnya dia pernah berkerja di sana. Dari sinilah aku mulai tertarik dan bertanya lebih banyak lagi tentang Pabrik ini. Mulai dari persyaratan melamar pekerjaan sampai tempat parkirnya.

Entah angin apa yang membuatku ingin melamar pekerjaan di Pabrik itu. Saat itu, aku hanya ingat kata-kata seseorang. Dia bilang “Hidup Adalah Satu Kesempatan”. Aku berfikir, mungkin inilah kesempatan  untuk bisa “move on” dari ketakutanku selama ini, sekaligus aku ingin membuktikan ke mereka yang selalu meremehkanku bahwa aku bisa. Inilah kesempatanku yang tidak datang dua kali. Dan akupun langsung mencari persyaratannya dan melamar di Pabrik itu. Alhamdulillah aku mendapat panggilan untuk mengikuti Tes. Mulai dari Tes tertulis, Interview sampai Tes Kesehatan aku jalani dengan lancar. Sampai di titik ini, aku merasakan kebahagiaan dan kepuaasan. Seperti ada beban berat yang ada di hatiku, yang tiba-tiba terangkat dan terasa ringan. Perasaan itu tidak mampu aku lukiskan dalam kata-kata. Dan hari itu juga aku mendapatkan teman baru.

Keesokan harinya aku mendapatkan telepon  dari bagian HRD bahwa aku diterima. Lega, setelah cemas, deg-degan karena takut tidak diterima. Alhamdulillah, aku langsung menangis seketika. Ini untuk pertama kalinya aku merasakan cemas menunggu pengumuman tes pekerjaan. Mungkin bisa dibilang bahwa ini untuk pertama kalinya aku sunguh-sungguh melamar kerja. Alhamdulillah, cita-cita kecilku tercapai.

Senin, 14 April 2014 aku berangkat kerja untuk hari pertama. Aku sungguh menikmati udara pagi ketika itu. Segar dan merasakan hangatnya sinar Matahari yang sedang terbit. Suasana keramaian di jalan raya, tentu saja suara bising dari kendaraan bermotor dan macetnya lalu lintas. Ahh, mungkin suasana seperti inilah yang aku rindukan selama ini.  Perasaan bahagia yang sudah lama tidak aku rasakan. Menghidupkan kembali jiwa yang telah lama  hilang. Kini aku hidup kembali dan akan selalu berusaha untuk menikmati tantangan-tantangan yang ada.
#FIGHTING

Terima kasih untuk Kim Hyun Joong Leader yang telah menjadi inspirasiku. Karena Mottonya aku mampu bangkit dari ketakutanku. Dan terima kasihku teramat sangat  untuk Bapakku yang selalu menyemangatiku, memotivasi dan mendoakanku. “I Love You Bapak”.


Bintang, 12 Juni 2014