“Hidup
adalah satu kesempatan”. Sebuah motto seseorang yang sangat memberikanku motivasi dan
inspirasi. Sebuah kalimat sederhana yang mampu membuatku “Move On” dari keterpurukanku selama hampir empat tahun terakhir
ini.
Mungkin
aku tidak bisa menjabarkan maksud dari kalimat tersebut. Yang aku tahu bahwa, kita
hidup di dunia ini hanya satu kali. Dan kesempatan itu juga hanya datang satu
kali. Yang seharusnya kita memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.
Tidak menyia-nyiakannya.
Hampir
empat tahun aku menyia-nyiakan waktu berhargaku. Aku bahkan tidak melakukan
apapun. Aku selalu berfikir bahwa aku tak lebih dari sebuah “Benalu”. Dimana aku tidak berguna untuk
orang lain bahkan untuk diriku sendiri. Yang aku pikirkan selama ini hanyalah bagaimana caranya aku
melewati waktu dengan cepat. Aku hidup biasa saja tiada yang istimewa. Setiap
hari aku melakukan aktivitas atau kegiatan yang sama. Tak ada perubahan dan tak
ada yang berbeda. Selalu sama. Tanpa ada tantangan didepanku.
Hingga
pada akhirnya kejenuhan menghampiriku. Ya, sejujurnya aku merasa bahwa selama
ini hidupku sangatlah menjenuhkan dan membosankan. Banyak waktu terbuang
percuma. Terkadang hatiku berontak,
ingin sekali merubah semua ini. Ingin hidup normal seperti orang-orang
pada umumnya. Aku ingin hidupku berguna, berani melawan tantangan dan melakukan
hal-hal positif lainnya. Tapi, ternyata hampir empat tahun itu aku sama sekali
tidak melakukan apapun. Aku sering ingin melakukan perubahan yang lebih baik
tapi selalu gagal. Pada kenyataannya, ketakutanku lebih besar dari pada
keinginanku.
Flashback....
Empat
tahun yang lalu aku bekerja disebuah Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah. Dimana
saat itu Lembaga sedang mengalami masalah besar. Lembaga tidak mampu membayar
Jatuh Tempo, Tabungan Harian maupun Nisbah (Bagi Hasil) Nasabahnya. Tentu saja, para Nasabahnya ingin
uangnya kembali utuh. Tapi tak sepeserpun cair.
Aku
dan teman-temanku bekerja di Unit. Aku menjadi Staf Administrasi di Unit
tersebut. Nasabah kebingungan, kesal, marah dan menuntut uang mereka kembali. Mereka
menuntut langsung kepada kami. Sedangkan kami juga bingung karena tidak
mendapatkan keterangan yang jelas dari Kantor Pusat.
Hampir
setiap hari kami kedatangan Nasabah yang keperluannya sama yaitu menuntut uang
mereka kembali. Dan ketika keadaan seperti itu justru Manager (Eks) kami tidak datang
ke Kantor. Tentu saja, kami turun tangan sendiri menjelaskan kepada Nasabah
sebisa kami karena kami tidak mungkin mengandalkan Manager (Eks) yang menurutku
tidak bertanggung jawab atas Nasabah dan juga Karyawannya. Kami mencoba
bertahan sendiri sekuat yang kami bisa. Kami para karyawan selalu mencoba
memperjuangkan hak-hak Nasabah. Walaupun kami tidak mendapatkan hasil apapun.
Kami rela tidak digaji tetapi kami selalu berangkat dan memperjuangkan mereka.
Kami juga rela sering pergi ke Kantor Pusat untuk menuntut. Bahkan ada beberapa
dari kami yang mengganti uang Nasabah dengan uang pribadinya. Padahal kami
disini juga tidak tahu apa-apa. Dan tak banyak orang yang bisa menghargai
pengorbanan kami.
Kami
disini juga menjadi korban dari masalah Lembaga ini. Jaminan kerja kami tidak
pernah dikembalikan. Bukan itu saja, kami tidak digaji dan kami menyimpan uang
di Lembaga ini juga. Orang tua, kerabat dan tetangga-tetangga kami juga
menyimpan uangnya di Lembaga ini. Kami kesal, marah, menangis dan beban moral
yang harus kami pikul entah sampai kapan. Yang pasti sampai detik ini, beban
moral itu masih sangat membebaniku. Aku tidak bisa menghilangkannya, karena
masih melekat erat.
Kami
juga menuntut kepada Manager (Eks) kami, bukan untuk mengganti uang mereka.
Paling tidak, dia datang dan mengumpulkan semua Nasabah dan memberikan
penjelasan. Upaya kami gagal. Hingga suatu ketika, ada yang memfasilitasi untuk
mempertemukan semua Nasabah dengan Direktur. Dengan ending cerita yang sangat
memilukan. Uang mereka tidak kembali.
Aku
masih teringat jelas waktu itu ditempat parkiran ada Ibu-ibu menyumpahi kami.
Suaranya masih terngiang di gendang Telingaku sampai saat ini. Tetapi aku juga
tidak bisa menyalahkan beliau. Karena aku sangat tahu bagaimana perasaannya.
Kita sama-sama menjadi korban dari keadaan ini. Aku tahu bagaimana rasanya uang
kita yang niatnya ditabung dan akhirnya tidak kembali. Aku sangat tahu itu.
Orang tuaku juga salah satu Nasabahnya. Dimana Jatuh Tempo bertepatan ketika
ada masalah dan tidak kembali. Padahal uang itu sangat kami butuhkan untuk
biaya pengobatan Penyakit Kanker Ibu dan Bapak yang kecelakaan di waktu yang
sama.
Dan
ketika Ibuku meninggal dunia, lima hari setelah kepergiannya aku rela datang ke
Kantor Pusat untuk mencari hasil yang kami inginkan. Dengan perasaanku yang
sangat sedih karena kehilangan seorang Ibu yang aku cintai. Tapi aku sadar
bahwa ini juga menjadi kewajibanku. Lagi-lagi aku pulang dengan tangan hampa.
Akhirnya, masalah ini masuk ke Meja
Hijau. Aku tidak tahu nasib dari para Pemimpin-pemimpin itu. Tapi aku tahu,
uang Nasabah tidak kembali.
Flashback
End....
Kejadian
itu membuatku sangat terpukul bahkan mungkin bisa dikatakan aku trauma dengan
kejadian itu. Karena semenjak itu aku tidak berani mencari kerja lagi. Rasa
ketakutan itu selalu membayangiku. Aku juga merasa banyak orang memandangku
dengan tatapan aneh. Aku yang Introvert
dari dulu menjadi semakin tertutup sejak kejadian itu. Aku tidak bisa bergaul
dan selalu benci keramaian. Aku menjadi penikmat kesepian. Aku merasa nyaman
ketika aku sendirian. Aku tidak tahu kenapa setiap berada ditengah-tengah keramaian
yang tidak aku suka tubuhku akan segera melemah.
Introvert
Aku
adalah seorang Introvert. Walaupun
aku tidak tahu termasuk golongan yang seperti apa. Mungkin aku menjadi Introvert sudah sejak kecil. Karena
sejak kecil aku selalu menjadi korban pem-bully-an. Yang mungkin saja,
membuatku menjadi seorang yang tidak pandai bergaul dan cenderung pendiam.
Dengan kepribadianku yang seperti ini membuatku tidak mampu mempunyai banyak
teman.
Aku
paling tidak suka melihat tatapan aneh itu. Memandangku dengan cara yang
berbeda dari pada orang lain. Aku sama seperti mereka. Hanya saja aku lebih
suka diam dan tak banyak bicara. Terkecuali, dengan orang-orang yang aku anggap
nyaman ketika aku berbicara dengan mereka pasti aku juga akan mengimbanginya.
Aku
selalu mencoba bertahan dalam kebosananku selama ini. Melewati waktu yang sama
tanpa teman. Mendengarkan Musik adalah temanku sehari-hari. Dengan mendengarkan
Musik aku merasa sedikit semangat dan lebih hidup. Aku tahu bahwa aku memang
berbeda. Aku tahu bahwa banyak orang menilai seorang Introvert itu aneh. Aku bukan orang yang anti sosial, aku sangat
ingin bisa bersosialisasi. Tapi, aku tidak cukup kuat untuk bertahan lama
ditengah-tengah orang banyak. Seperti yang kukatakan tadi, bahwa energi ku
terkuras ketika aku ditengah-tengah orang banyak.
Selama
ini, aku terkukung oleh ketakutanku sendiri. Setiap ingin melakukan sesuatu
selalu saja, ketakutan itu datang pertama kali sehingga aku pun tidak berani
untuk mencoba hal-hal baru. Yang ada hanyalah takut, takut dan takut.
Pernah,
suatu ketika aku memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di sebuah pabrik
yang memproduksi rambut palsu. Alhamdulillah aku berani melakukannya sampai tes
wawancara. Dan sebelum ditentukan diterima atau tidak, aku beserta pelamar lain
diberi kesempatan untuk memasuki pabrik. Diawali dengan berbaris lalu memasuki
pabrik. Kami disambut dengan suara bising. Disinilah yang menjadi sebuah
kekonyolan. Ternyata setelah melihat rambut palsu yang berjejer aku merasa
takut melihatnya. Pada dasarnya aku memang tidak suka melihat rambut palsu.
Apalagi dalam jumlah yang banyak. Kebetulan, aku melamar untuk bagian Staf
Administrasi tetapi aku diterima di bagian produksi. Dan akhir cerita dari
perjalananku ini, aku memutuskan untuk tidak bekerja di Perusahaan tersebut.
Meskipun
aku tidak jadi bergabung dengan Perusahaan tersebut, ada rasa bahagia
tersendiri untukku. Akhirnya aku berani mencoba walaupun hasilnya tak sesuai
keinginanku. Tetapi, setelah hari itu aku sama sekali tidak pernah mencoba
melamar pekerjaan ditempat lain. Aku hanya menyibukkan diri di rumah dengan
membantu usaha orang tua yang sudah dirintis sejak aku berumur 3 (tiga) tahun. Ya, aku merasa mungkin inilah yang tepat
untukku, membantu usaha Bapak karena Bapak mengelolanya sendiri. Setiap hari
aku melakukan pekerjaan yang sama. Tidak ada yang berbeda.
Hampir
4 (empat) tahun telah berlalu. Dan
selama itu pula, aku menjadi pengangguran. Sebenarnya aku sangat merindukan
suasana pekerjaan. Bisa bertemu teman-teman, bercanda bersama. “Aku ingin
sekali berkerja lagi...”.
Cita-cita
Kecilku
Sejak
aku tidak berkerja di Lembaga yang dulu, aku sangat ingin bisa bekerja di
sebuah Pabrik. Mungkin bisa dikatakan itu cita-cita kecilku. Mungkin banyak
orang yang tidak percaya, bahwa di dunia ini ada orang yang mempunyai cita-cita
bekerja di sebuah Pabrik. Ya, walaupun itu bukan cita-cita terbesarku.
Sederhana saja! Aku hanya ingin mempunyai banyak teman dan mampu bersosialisasi
dengan baik. Setiap hari bertemu dengan banyak orang. Sepertinya menyenangkan.
Suatu
sore, aku mendapatkan informasi tentang sebuah Pabrik yang ada di Yogyakarta.
Tetanggaku bekerja di Perusahaan tersebut. Dia mengatakan, di Pabrik ini tidak
pernah dibentak-bentak. Dan dia membandingkan dengan dua Pabrik yang sebelumnya
dia pernah berkerja di sana. Dari sinilah aku mulai tertarik dan bertanya lebih
banyak lagi tentang Pabrik ini. Mulai dari persyaratan melamar pekerjaan sampai
tempat parkirnya.
Entah
angin apa yang membuatku ingin melamar pekerjaan di Pabrik itu. Saat itu, aku
hanya ingat kata-kata seseorang. Dia bilang “Hidup Adalah Satu Kesempatan”.
Aku berfikir, mungkin inilah kesempatan
untuk bisa “move on” dari
ketakutanku selama ini, sekaligus aku ingin membuktikan ke mereka yang selalu
meremehkanku bahwa aku bisa. Inilah kesempatanku yang tidak datang dua kali.
Dan akupun langsung mencari persyaratannya dan melamar di Pabrik itu. Alhamdulillah
aku mendapat panggilan untuk mengikuti Tes. Mulai dari Tes tertulis, Interview
sampai Tes Kesehatan aku jalani dengan lancar. Sampai di titik ini, aku
merasakan kebahagiaan dan kepuaasan. Seperti ada beban berat yang ada di hatiku,
yang tiba-tiba terangkat dan terasa ringan. Perasaan itu tidak mampu aku
lukiskan dalam kata-kata. Dan hari itu juga aku mendapatkan teman baru.
Keesokan
harinya aku mendapatkan telepon dari
bagian HRD bahwa aku diterima. Lega, setelah cemas, deg-degan karena takut
tidak diterima. Alhamdulillah, aku langsung menangis seketika. Ini untuk
pertama kalinya aku merasakan cemas menunggu pengumuman tes pekerjaan. Mungkin
bisa dibilang bahwa ini untuk pertama kalinya aku sunguh-sungguh melamar kerja.
Alhamdulillah, cita-cita kecilku tercapai.
Senin,
14 April 2014 aku berangkat kerja untuk hari pertama. Aku sungguh menikmati
udara pagi ketika itu. Segar dan merasakan hangatnya sinar Matahari yang sedang
terbit. Suasana keramaian di jalan raya, tentu saja suara bising dari kendaraan
bermotor dan macetnya lalu lintas. Ahh, mungkin suasana seperti inilah yang aku
rindukan selama ini. Perasaan bahagia
yang sudah lama tidak aku rasakan. Menghidupkan kembali jiwa yang telah lama hilang. Kini aku hidup kembali dan akan selalu
berusaha untuk menikmati tantangan-tantangan yang ada.
#FIGHTING
Terima kasih untuk Kim
Hyun Joong Leader yang telah menjadi inspirasiku. Karena Mottonya aku mampu
bangkit dari ketakutanku. Dan terima kasihku teramat sangat untuk Bapakku yang selalu menyemangatiku,
memotivasi dan mendoakanku. “I Love You Bapak”.
Bintang,
12 Juni 2014